Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang dimulai pada 2018 telah menjadi sorotan utama dalam dinamika ekonomi global. Ketegangan ini ditandai dengan saling memberlakukan tarif tinggi pada produk impor, yang berdampak luas pada rantai pasok dan pertumbuhan ekonomi dunia. Namun, pada Mei 2025, kedua negara menunjukkan sinyal positif menuju penyelesaian konflik ini.​

Latar Belakang Konflik

Konflik dagang ini bermula dari tuduhan AS terhadap China terkait praktik perdagangan tidak adil, termasuk pencurian kekayaan intelektual dan subsidi industri. Sebagai respons, AS memberlakukan tarif tinggi pada barang-barang impor dari China, yang kemudian dibalas oleh China dengan tarif serupa. Tarif AS mencapai hingga 145%, sementara China memberlakukan tarif hingga 125% pada produk AS. ​

Sinyal Positif Menuju Perdamaian

Pada awal Mei 2025, Presiden AS Donald Trump menyatakan keinginannya untuk mencapai kesepakatan dagang yang adil dengan China. Trump juga mengindikasikan bahwa AS tidak akan menaikkan tarif lebih tinggi, karena khawatir akan kehilangan kepercayaan dari negara lain.

Sementara itu, China menunjukkan kesiapan untuk bernegosiasi, dengan syarat AS mencabut tarif unilateral dan menunjukkan ketulusan dalam perundingan. China juga telah mengevaluasi kemungkinan perundingan dagang dengan AS pascaperang tarif antara kedua negara. ​

Dampak Global dan Peluang Baru

Berakhirnya perang dagang antara AS dan China membuka peluang untuk memperkuat kerja sama ekonomi global. Kesepakatan antara kedua negara dapat memulihkan kepercayaan pasar, meningkatkan perdagangan internasional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi global.​

Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dapat memanfaatkan stabilitas ini untuk menarik investasi dan memperluas ekspor. Ketegangan AS-China di bidang semikonduktor dan AI membuka ruang bagi Indonesia untuk membangun kemitraan strategis non-blok di bidang litbang dan teknologi pertahanan guna peningkatan daya saing teknologi nasional. ​

Tantangan yang Masih Ada

Meskipun ada harapan, tantangan tetap ada. Ketidakpercayaan antara AS dan China, perbedaan sistem ekonomi, dan isu-isu seperti hak kekayaan intelektual masih menjadi hambatan. Selain itu, negara-negara lain perlu menyesuaikan diri dengan dinamika baru dalam perdagangan global.​

Kesimpulan

Akhir dari konflik dagang AS-China membuka peluang untuk memperkuat kerja sama ekonomi global. Namun, realisasi era baru ini memerlukan komitmen dari semua pihak untuk mengatasi tantangan dan membangun sistem perdagangan yang adil dan inklusif. Negara-negara berkembang seperti Indonesia harus cerdas memanfaatkan peluang relokasi, mengurangi ketergantungan, dan memperkuat postur pertahanan maritimnya. Strategi lintas sektoral yang terpadu dan berbasis data menjadi prasyarat agar Indonesia dapat menjaga kedaulatan sekaligus meningkatkan daya saing nasional di tengah ketidakpastian global.

By 9ejp9